Pengantar Penerbit
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan serwa sekalian alam. Shalawat dan salam bagi Rasul-Nya, Muhammad saw, juga bagi keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Dalam hadits yang shahih diriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Aisyah ra tentang akhlak Nabi Muhammad saw. Aisyah ra balik menanyakan kepada orang itu apakah ia membaca al-Quran. Orang itu mengiyakan. Maka Aisyah ra pun berkata, “Sesungguhnya akhlak Nabi Allah saw adalah al-Quran.” Dari hadits inilah ditelurkan ungkapan “Muhammad saw adalah al-Quran berjalan.” Ungkapan yang sudah populer di dunia Islam dan kini dengan sangat tepat dijadikan judul buku yang berada di tangan para pembaca yang budiman.
Pengertian populer dari ungkapan tersebut adalah tiada kebaikan atau perbuatan terpuji dalam bentuk apa pun, kecuali telah diinternalisasi, lalu dilakukan dan diteladankan dalam bentuk yang terbaik oleh Nabi saw; dan tiada keburukan atau perbuatan tercela dalam bentuk apa pun, kecuali telah dihindari dan dijauhi oleh beliau sejauh-jauhnya. Inilah makna populer dari hadits dan ungkapan tersebut. Seolah-olah hadits ini menjadikan lingkaran al-Quran di dalam perilaku dan sirah Nabi saw tidak melebihi dari wilayah akhlak.
Benarkah demikian? Kita tahu bahwa poros al-Quran mininal ada empat, yaitu (1) Deskripsi tentang alam semesta dan uraian baik tentang materi, cakrawala, daya, dan rahasianya, (2) Sejarah umat terdahulu dan paparan tentang kisah-kisah mereka, (3) Masa kini dengan kewajiban yang ada padanya dan harus dipikul oleh manusia, dan (4) Gambaran tentang kejadian kiamat dengan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti hisab, pahala, dan siksa. Apakah pernyataan Aisyah ra, dan idiom Muhammad saw adalah al-Quran berjalan, tidak mencakup keempat poros ini?
Dengan mencermati sirah Nabi Muhammad saw kita tidak akan ragu untuk menyatakan bahwa beliau adalah manifestasi al-Quran dalam kesemua porosnya tersebut.
Ketika banyak ayat al-Quran yang mengenalkan Allah SWT lewat atsar-atsar-Nya di alam yang semesta laksana kitab terbuka dengan keindahan segala ciptaan-Nya, maka pada aspek Nabi saw sangat peka akan Wujud Ilahi. Makna Muhammad saw adalah al-Quran berjalan pada aspek ini adalah tidaklah beliau melihat apa pun, kecuali beliau menyadari sepenuhnya bahwa Wujud Yang Tertinggi menguasai, memiliki, dan terungkap dengan jelas olehnya. Hal ini terbukti oleh zikir-zikir, tasbih, tahmid, dan doa-doa yang maktsur dari Nabi saw yang membasahi lidah, memenuhi hati, dan menggerakkan seluruh emosi beliau, dan menjadi suar penerang bagi manusia dalam melangkah menuju Tuhan dan mengikat mereka dengan-Nya dalam ikatan yang sangat kuat detik demi detik, langkah demi langkah.
Pandangan orang biasa melihat matahari terbit dan tenggelam, merasakan angin bertiup semilir atau membadai, menyaksikan berbagai fenomena alam, namun semua itu tidak menggerakkan apa pun di dalam hatinya. Tapi, hati Nabi Muhammad saw terikat dengan Tuhan yang telah menundukkan langit, bulan, dan bumi dengan segala isinya. Diri beliau benar-benar harmonis dengan alam semesta sebagaimana digambarkan oleh al-Quran. Maka, beliau pun mengajarkan kita doa pagi sore, doa melihat bulan sabit, doa memasuki suatu kampung atau kota, dsb.
Lalu, ketika al-Quran mengungkapkan kisah-kisah umat terdahulu, sejarah kehidupan, sejarah manusia sejak mereka muncul di permukaan planet ini, sejarah bangsa-bangsa yang lahir dan punah, maka seluruh desah nafas dan langkah Nabi saw pun dalam dakwah pun menghayati dan bertemu dengan seluruh huruf dan huruf kisah-kisah tersebut. Al-Quran menceritakan perbuatan para nabi sebelum beliau. Di sela-sela kisah itu, beliau diajari cara berinteraksi dengan kaum Musyrik Mekkah, dan diingatkan bahwa tiada yang baru di bawah mentari, apa yang terjadi pada rasul-rasul terdahulu juga akan terjadi pada diri beliau. Maka, kisah tentang rasul-rasul terdahulu itu pun menjadi satu kisah dengan kisah beliau. Risalah yang sama. Kewajiban yang sama. Janji yang sama. Apa yang terjadi pada Nabi Nuh as ribuan tahun yang lalu dihadirkan ke zaman Nabi Muhammad saw yang sedang membangun akidah tauhid dan membidas khurafat penyembahan berhala, lalu beliau hadirkan kepada seluruh manusia hingga hari ini.
Jadi, beliau adalah al-Quran yang bergerak, al-Quran yang berjalan, juga ketika beliau menceritakan kisah umat terdahulu, mengisahkan kebaikan dan keburukan yang menimpa mereka, kemenangan dan kekalahan mereka, siksaan dan pengampunan bagi mereka, karena beliau menghayatinya dan membuatnya nyata, serta menunjukkan kepada kita kandungan kisah-kisah itu yang harus kita perhatikan dan jadikan pelajaran, karena kisah mereka tidak terputus dari realitas zaman sekarang. Apa yang terjadi pada orang-orang yang beriman dan orang-orang yang kafir pada bangsa-bangsa terdahulu di zaman nabi-nabi terdahulu tidak terputus hubungannya dengan apa yang terjadi pada orang-orang mukmin dan kafir pada zaman Nabi saw, dan juga pada zaman kita sekarang.
Berikutnya, al-Quran juga menggambarkan masa kini, yang berlaku bagi setiap manusia kapan dan di mana saja berada, dengan segala tugas yang harus diembannya. Al-Quran memerintah dan melarang, mengajar, membimbing, menasehati, dan memperingatkan, agar setiap orang hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT demi keuntungan kita semata-mata, karena Dia tidak mengambil untung dari kepatuhan kita dan tidak tertimpa kerugian oleh pengingkaran kita, maka Nabi Muhammad saw adalah gambaran yang pari purna tentang semua ini. Beliau adalah model terbaik manusia yang hidup dengan mendengarkan hidayah Allah SWT, memandang semua keputusan-Nya adalah maslahat dan rahmat baginya, dan meyakini bahwa kecerdasan yang sejati adalah hidup sesuai dengan garis lurus yang diberikan Allah SWT.
Terakhir, al-Quran banyak sekali mengungkapkan gambaran tentang hari akhir. Banyaknya penjelasan ini sebanding dengan parahnya ketertipuan manusia oleh pesona dunia yang semu. Manusia nyaris tertawan sepenuhnya oleh kesibukan duniawi hingga benar-benar lupa akan hari yang menanti mereka. Perbandingan ini mencapai level yang paling seimbang pada sosok al-Quran berjalan, Muhammad saw. Beliau memberi bukti nyata bahwa agama bukan penghancur dunia dan tidak membangun akhirat di atas puing-puing dunia.
Buku ini memaparkan semua hal tersebut dengan sangat lengkap dan dalam bahasa yang indah. Buku ini bukanlah sekadar pembahasan mengenai biografi beliau saw, karena sekat biografi terlalu sempit bagi manusia seagung Muhammad saw. Bukan pula pujian bagi beliau, sebab beliau lebih tinggi dari pujian itu sendiri. Allah sendiri telah memujinya, membersihkan hatinya, menyucikan jiwanya, dan memuliakan dan meninggikan derajatnya. Buku ini juga bukan dokumen sejarah yang akan mengupas kehidupan beliau, seperti yang ada dalam buku yang berjilid-jilid dan karangan-karangan yang banyak itu, atau seperti yang biasa disampaikan dalam seminar-seminar dan kuliah-kuliah. Sejatinya, itu semua belum cukup, bahkan untuk memaparkan satu sisi saja dari kehidupan beliau.
Buku ini hanyalah ungkapan hati seorang Muslim yang terpaku kagum di hadapan sang pemimpinnya, pembesar, tokoh, guru, sekaligus orang tuanya. Dialah Rasulullah saw yang Allah SWT berfirman tentangnya, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk [menjadi] rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiyâ` [21]: 107) Melalui tulisan ini, penulisnya ingin kita semua mendengar, sadar, bangun, dan tahu apa yang seharusnya kita lakukan terhadap Rasulullah saw.
Apapun yang dapat dilakukan seorang muslim bagi junjungannya, Muhammad saw, sesungguhnya sangat kecil dan tidak memenuhi hak beliau. Seorang penulis pernah mengatakan, “Sekiranya kaum Muslim dapat menghamparkan kulit mereka di bumi sebagai permadani, agar Muhammad saw dapat melangkah di atasnya, maka ini belum memenuhi haknya pada mereka. Sebab, kalau bukan karena ketulusan dan ketangguhannya dalam menanggung derita di jalan Allah, niscaya manusia tidak akan mengenal Allah.”
Penerbit Sahara sangat bergembira dapat menerbitkan buku yang sangat berharga ini. Semoga Allah SWT memberi balasan yang terbaik bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya, mulai dari penulis, penerjemah, penyunting, hingga kepada distributor dan penjualnya hingga ke tangan Anda, para pembaca yang budiman. Semoga kita semua mendapat hidayah dari Allah SWT, melangkah di dunia di bawah panji Sang al-Quran berjalan, dan mendapat syafaat dari beliau di akhirat. Amiin.
Selamat menikmati.
Selasa, 14 Agustus 2007
Sabtu, 04 Agustus 2007
pawang ular
kata orang, ghazali meng-ko filsafat di dunia islam, hingga kini filsafat ga berkembang di dunia islam, terutama di belahan sunni.
kata saya, ghazali itu pawang ular dan filsafat ularnya. dia tahu ada ular berbisa, dan ada yang tidak. di tangan dia, yang berbisa pun tunduk. umat islam laksana anak-anak ghazali. seharusnya ghazali ngajarin filsafat ke umat islam. tapi dia malah bilang, jauhi filsafat, berbahayaaa. akhirnya, setiap ada ular, umat islam langsung lari....
kata saya, ghazali itu pawang ular dan filsafat ularnya. dia tahu ada ular berbisa, dan ada yang tidak. di tangan dia, yang berbisa pun tunduk. umat islam laksana anak-anak ghazali. seharusnya ghazali ngajarin filsafat ke umat islam. tapi dia malah bilang, jauhi filsafat, berbahayaaa. akhirnya, setiap ada ular, umat islam langsung lari....
diskusi filsafat
kepada siapa saja yang berminat pada filsafat islam, silakan bergabung dengan blog ini.
Langganan:
Komentar (Atom)